Setelah hujan semalaman, pagi itu saya sedang melakukan aktivitas harian. Memasak air dan menyiangi sayuran, ketika tiba-tiba terdengar suara teriakan memanggil nama saya. Saya buru-buru mengenakan kerudung dan lari menuju pintu. Di sana telah berdiri seorang perempuan yang usianya jauh dibawah saya bersama tiga anak-anak kecil yang berusia kurang lebih 3 sampai 6 tahun. Dia menyodorkan sekantong tas plastik, “Saya ngga dapat banyak hari ini.” Saya melongok ke dalam kantong plastik kecil itu. Segenggam jamur bulan yang masih dipenuhi tanah basah. Ini adalah hari ke tiga semenjak Yuti, tetangga saya itu rutin datang ke rumah menjual jamur bulan yang ia dapat di tanah basah di dalam hutan pinus dekat rumah.
“yuk, masuk dulu,” kata saya mempersilakan Yuti dan anak-anaknya masuk rumah. Namun dia menggeleng, “Saya tunggu sini aja, mbak.” Saya membiarkan mereka menunggu di teras rumah, lalu saya memanggil ibu saya dan beliau keluar menemui Yuti untuk membayar jamur tersebut.
jamur bulan. sumber: google |
Rizki Melekat Pada Diri Seseorang Sampai Ajalnya
Perekonomian Negara, bahkan dunia terguncang semenjak musibah pandemi, dan masih akan terus berlangsung entah sampai kapan (semoga Allah segera mengangkat musibah ini). Banyak kepala keluarga yang kehilangan mata pencahariannya, beberapa perusahaan nasionalpun kolaps. Berapa banyak dari kita yang khawatir tak bisa makan esok hari?
Padahal Allah telah menjanjikan rizki bagi tiap-tiap makhluknya, seperti yang tertulis dalam Surah Hud ayat 6, “Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” Kekhawatiran kita akan rizki esok hari menandakan bahwa kita tak mempercayai firman Allah, dan setiap kekhawatiran dalam diri kita akan dicatat sebagai sebuah dosa.
Mbak Yuti adalah satu contoh tawakkal terhadap ketentuanNya. Setelah subuh, dia mengajak serta ketiga anaknya untuk mencari jamur bulan dalam kegelapan hutan pinus, sementara suaminya tergolek di kasur karena sakit. Sebagai anak tertua dalam keluarganya, dia harus memikul beban yang berat. Menyekolahkan adik-adiknya sebatas lulus SMP, mencari nafkah untuk hidupnya dan anak-anak yang masih kecil.
Bumi Allah begitu luas terbentang dan rizki Allah terhampar diatasnya. Hanya sedikit dari kita yang mau bersusah payah mencari. Bukankah Allah telah menjamin rizki setiap makhluknya? Lalu mengapa kita lebih mengkhawatirkan rizki dibanding amal ibadah yang tak di jamin akan diterima olehNya?
0 Komentar