Empat puluh tahun...
Kau mengingat tahun-tahun yang sudah lama kau tinggalkan. Tertawa
seolah masalah adalah permainan yang harus kau kalahkan. Berlari dan berteriak
berlomba mengalahkan sang waktu. Bergerombol dalam kamar sempit, pengap oleh
gumpalan asap rokok yang kau hisap dalam-dalam bersama teman-teman seumur
waktumu atau bahkan lebih muda, menciptakan aliran laminer kemudian menguap
semacam gelombang yang mulai tak beraturan.
Percakapanmu dengan temen-teman
seumur waktumu atau bahkan lebih muda menciptakan hiruk pikuk yang aku tahu
sangat kau rindukan saat ini. Suara seloki beradu, musik yang bahkan mungkin
tak kau pahami maksudnya, suara-suara gaduh tentang perdebatan politik, segala
perasaan yang ingin kau ulang kembali saat ini.
Empat puluh tahun...
Masa depan adalah perulangan dari masa lalu. Kau mulai
berpikir, disinikah titiknya? Lalu kau menyadari perulangan yang sedang terjadi
saat ini, tak berarti mengembalikanmu ke masa lalu. Teman-temanmu adalah
laki-laki berusia delapan dan empat. Bergerombol dalam kamar sempit, aroma
pewangi ruangan yang kau hirup dalam-dalam bersama laki-laki berusia delapan
dan empat, mengingatkanmu akan sebuah tanggungjawab yang sedang menunggangi
punggungmu.
Dan kuingatkan, tanggungjawab bukanlah sebuah beban yang harus kau
pikul sendirian. Percakapanmu dengan laki-laki berusia delapan dan empat
menciptakan hiruk pikuk yang aku yakin akan kau rindukan suatu saat nanti. Suara
hot wheel yang terlempar, ultraman yang patah, nyanyian riang dengan lafal tak
beraturan yang membuatmu mengerutkan kening, suara-suara gaduh tentang
perdebatan sepele, segala perasaan yang ingin kau ulang suatu saat nanti.
Empat puluh tahun...
Pengulangan itu tak mampu kau hindari. Jalan didepan tak
menjadikan langkahmu semakin mudah terayun. Jadikan waktu menjadi bermakna. Berikanlah
temen-temanmu, laki-laki berusia delapan dan empat sebuah jejak yang akan
mereka kenang dengan sepenuh hati.
(Banten, 30 Juni 2015)
0 Komentar